Van Lith

on Minggu, 07 Desember 2008

Romo Van Lith, SJ

Lahir di Belanda 17 Mei 1863. Ia adalah putera seorang juru sita pegadaian. Ia masuk Serikat Jesuit, ditahbiskan 8 September 1896 bersama dengan ketiga temannya, dan mendapatkan tugas menjadi misionaris di Hindia Belanda (tepatnya tanah Jawa). Saat itu pastur yang melayani umat Katolik di Hindia Belanda tidak sebanding dengan jumlah umat (mayoritas orang non pribumi). Ini membuat pelayanan tidak maksimal.
Awalnya, ia menganggapnya sebagai tugas pelayanan dan ketaatan kepada Tuhan saja karena keputusan ini bertolakbelakang dengan harapannya (mempertobatkan orang Kristen Protestan atau melakukan misi di tanah Jepang). Ia mulai berserah pada kebijaksanaan Tuhan dalam karyanya di dunia. Bersama dengan Romo Hoevenaars, SJ berkarya di tanah Jawa (Muntilan dan Mendut).
Romo Van Lith mempelajari budaya dan bahasa Jawa di Semarang seperti dengan banyak berinteraksi dalam perjalanannya dari desa ke desa, menikmati pertunjukan wayang, berbincang dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di berbagai desa. Keyakinannya menjadi sahabat bagi orang Jawa dalam menjalankan misinya terbukti lebih mengena pada orang Jawa karena kasih Allah nyata terlihat dari pribadi Romo Van Lith.
Misi sempat ingin ditutup karena masalah ketidakjujuran katekis pribumi yang menyalahgunakan karya misi. Beberapa penyalahgunaan karya misi yang dilakukan katekis pribumi adalah melakukan penggelapan uang, tidak sungguh-sungguh mengajari keimanan pada Allah (dalam sebuah ibadat tobat orang-orang hanya meyebutkan Pater Noster atau Bapa Kami) bahkan pembaptisan dilakukan hanya agar Romo senang à bukan karena merasa terpanggil menjadi Kristiani. Katekis ini juga memalsukan kesaksiannya kepada Romo Vikjen sehingga menyusutkan Romo Van Lith. Padahal para misionaris-lah yang kurang memahami sasaran misi mereka. Beberapa waktu, akhirnya penyelidikan membuktikan Romo Van Lith tidakbersalah.
Romo Van Lith tidak pernah memiliki ambisi untuk membaptis orang sebanyak-banyaknya sebagai wujud panggilannya. Ia lebih mengartikan dirinya sebagai sarana Allah dalam karya ditengah orang Jawa. Romo Van Lith tampil sebagai sosok yang bertolakbelakang dengan Romo Hoevenaars dari sikap, pandangan karya misi, sampai dengan doa Bapa Kami. Ini membuat diawal karya misinya, Romo Van Lith tidak membaptis orang Jawa sebanyak Romo Hoevenaars, sehingga berhembus kabar bahwa misi di Muntilan akan ditutup. Karya Allah menjadi nyata dikala akhirnya sekitar 200 orang Jawa dari desa Kalibawang meminta untuk dibaptis Romo Van Lith di Semanggung (sekarang dikenal sebagai Sendangsono).
Interaksi yang terjalin antara dirinya dengan orang Jawa membuat Romo Van Lith semakin mencintai Hindia Belanda. Ini terbukti dari sikap yang selalu membela Hindia Belanda, seperti ketika di sebuah acara ia berkata kepada seorang Belanda bahwa anak-anak yang sedang latihan baris-baris akan menjadi orang yang mengusir orang Belanda dari Hindia Belanda dan saat di Volksraad (lembaga legislatif) Romo Van Lith mengkomunikasikan pemikirannya bahwa dengan menggunakan metode pengangkatan anggota yang mayoritas orang Belanda sebagai sesuatu yang dapat dikatakan sebagai kolonialisme baru di tanah Hindia Belanda. Ia juga mengatakan bahwa akan lebih memilih Hindia Belanda saat ada sengketa dengan Belanda dan ia diharuskan memilih. Sikap tersebut membuatnya semakin dekat dengan tokoh Hindia Belanda dan dijauhi teman-temannya Belanda. Romo Van Lith juga memiliki pemikiran bahwa misi harus melibatkan kaum muda.
Ia memiliki keyakinan bahwa dirinya harus melahirkan pemimpin yang berwatak dan bermental teguh dan berpenghayatan iman Kristiani (agar dapat melanjutkan misi di Hindia Belanda, khususnya tanah Jawa). Sekolah dijadikan sebuah sarana untuk mengembangkan kemampuan para pemuda (demikian juga sekolah bagi para pemudi yang dipimpin oleh Suster). Ini dilakukan agar kelak mereka menjadi ‘bakal’ keluarga Katolik yang teguh. Sekolah guru berasrama dipilih agar setelah lulus para murid dapat langsung berkarya bagi masyarakat sekitar. Romo Van Lith mengharuskan para siswanya untuk tinggal di asrama agar dapat memantau perkembangan setiap muridnya setiap saat.
Romo Van Lith sempat diulangkan ke tanah kelahirannya untuk menjalani perawatan, namun kembali dan menetap sampai menutup mata selama 9 Januari 1926. Romo Van Lith dikebumikan di Kerkop Muntilan. Sekolah guru yang didirikannya kemudian diserahkan kepada Bruderan FIC.

0 komentar: